Selasa, 11 Desember 2018

Construction Stormwater Pollution Prevention Plan


Perencanaan Pengendalian Pencemaran Limpasan Air
Sebuah Panduan untuk Area Konstruksi
(Sumber : Developing Your Stormwater Pollution Prevention Plan, A Guide for Construction Sites)


(Sumber : Developing Your Stormwater Pollution Prevention Plan, A Guide for Construction Sites)

Mengapa?
Limpasan permukaan dari sebuah area konstruksi dapat menyebabkan pencemaran pada sungai, danau, dan perairan pantai.

Apa itu limpasan permukaan dan efeknya?
Limpasan permukaan adalah air hujan atau lelehan salju yang mengalir di atas lahan dan tidak meresap ke dalam tanah. Limpasan permukaan mengalir sambil membawa sampah, puing, dan polutan seperti sedimen, minyak, pestisida, dan bahan beracun lainnya. Perubahan temperatur air, sedimen, dan pencemaran dari limpasan permukaan dapat mengganggu kehidupan air, kehidupan hewan darat, dan mengganggu kesehatan manusia. Tanah yang terganggu oleh proses konstruksi sangat rentan terhadap erosi. Limpasan permukaan dari sebuah area konstruksi yang tidak stabil dapat menghasilkan kehilangan 35-35 ton sedimen per area per tahun               (ASCE and WFF,1992).

Polutan utama dari area konstruksi adalah sedimen. Untuk mengontrol erosi dari area konstruksi, sangatlah penting untuk mengetahui perbedaan tipe erosi yang dapat terjadi. Erosi terjadi ketika air hujan jatuh ke atas tanah, memecah dan memisahkan struktur tanah. Limpasan permukaan membawa partikel tanah membentuk lembaran erosi yang kemudian membentuk parit-parit kecil hingga parit-parit besar. Cara terbaik untuk menghentikan erosi adalah menjaga tanah tetap di tempatnya semula dengan menanam vegetasi, menggunakan erosion control blanket dan metode lainnya yang mencegah partikel tanah terpisah ketika terjadi hujan.

Bagaimana Mencegah Pencemaran Limpasan Permukaan?
Manajemen pencegahan pencemaran limpasan permukaan dapat dilakukan dengan 2 cara. Struktural dan Non-Struktural. Struktural meliputi silt fenc, sediment ponds, erosion control blankets, dan temporary or permanent seeding. Sedangkan non struktural meliputi pembersihan area sampah dan puing, perawatan peralatan (terutama mekanikal yang berpotensi terjadi tumpahan bahan bakar dan oli, pemeriksaan area jalan, serta training staff lapangan mengenai penerapan pengendalian erosi dan sedimen.

Panduan Umum Perencanaan Pengendalian Pencemaran Limpasan Air
·         Stabilkan area konstruksi sesegera mungkin
·         Proteksi lahan miring dan saluran
·         Kurangi area non porous dan perbanyak area porous
·         Kontrol perimeter dari area konstruksi
·         Lindungi area tangkapan aliran hujan yang berada di sekitar area proyek
·         Ikuti langkah – langkah pencegahan polusi
·         Minimalkan area dan jangka waktu area tanah yang terekspos

Mengevaluasi area konstruksi

(Sumber : Developing Your Stormwater Pollution Prevention Plan, A Guide for Construction Sites)


Implementasi Site Plan
Implementasikan hal – hal di bawah ini agar tertuang jelas pada site plan secara kontinyu dan terbaharui.
·         Toilet portabel
·         Area penyimpanan material
·         Area maintenance dan pengisian bahan bakar untuk kendaraan dan equipment
·         Pencucian beton
·         Pencucian cat dan plesteran
·         Bak sampah konstruksi
·         Spill kits (set peralatan pembersih tumpahan)
·         Stockpiles
·         Struktur dan non-struktur pencegah pencemaran
·         Semua struktur pencegah pencemaran temporer
·         Setiap perubahan terhadap struktur pencegah pencemaran

Dasar Pencegahan Erosi dan Sedimen
1.       Meminimalkan area yang terganggu oleh proses konstruksi dan melindungi bentang alam lapisan tanah asli.
Mengetahui batas yang jelas dari area konstruksi, memudahkan kita untuk menjaga area yang akan mendapatkan efek dari area konstruksi. Meminimalkan area yang akan terganggu dari sebuah area konstruksi akan memberikan dampak yang lebih kecil juga terhadap erosi dan sedimen yang mungkin terjadi. Tanaman alami adalah cara terbaik dan termurah untuk menggulangi erosi. Melindungi lapisan tanah paling atas (top soil), merupakan cara yang baik untukmencegah erosi. Memindahkan top soil menyebabkan tereksposenya lapisan tanah dengan partikel yang lebih mudah terurai dan terbawa air hujan. Menjaga lapisan tanah paling atas juga meningkatkan penyerapan air hujan ke dalam tanah.

2.       Fase aktivitas konstruksi
Membagi akivitas konstruksi menjadi beberapa fase, dan merencanakan schedule dari aktifitas kontruksi dapat meminimalisirkan area yang terganggu oleh aktifitas konstruksi, karena gangguan aktifitas konstruksi hanya terkonsentrasi di area dan waktu tertentu. Setiap setelah suatu fase dan area konstruksi selesai, tanah perlu distabilkan segera.

3.       Atur limpasan air hujan yang mengalir ke dalam dan melalui area proyek
Untuk meminimalkan erosi, limpasan air hujan yang mengalir dari tempat yang lebih tinggi dari area proyek perlu dialihkan dan diperlambat alirannya.

Ilustrasi dari sebuah tanggul konstruksi untuk mengalihkan limpasan air ke area konstruksi yang tidak terganggu.
(Sumber : Developing Your Stormwater Pollution Prevention Plan, A Guide for Construction Sites)

4.       Stabilkan lahan dengan tepat
Segera setelah aktifitas konstruksi berhenti lahan yang terekspose perlu distabilkan untuk meminimalkan erosi. Gunakan cover permanen atau temporer untuk menjaga tanah yang terbuka dari erosi. Cover temporer diperlukan jika area konstruksi tersebut terganggu namun belum selesai aktifitas konstruksinya. Tumpukan tanah juga perlu diproteksi untuk meminimalkan erosi dari area ini. Cover temporer termasuk di dalamnya adalah terpal, blanket dan mats. Cover permanen termasuk di dalamnya adalah  tanaman penahan erosi.

Rabu, 24 Agustus 2016

Produk Kayu Ramah Lingkungan dengan Sertifikat FSC

Kayu merupakan salah satu material bangunan yang banyak digunakan sebagai material struktur maupun arsitektur dari sebuah bangunan. Dengan semakin bertambahnya pembangunan, kebutuhan kayu pun meningkat. Tidak jarang kayu dihasilkan dari penebangan hutan yang tidak bertanggung jawab. Beberapa efek negatif dari praktek penebangan hutan yang tidak bertanggungjawab diantaranya adalah kerusakan hutan, hilangnya habitat bagi satwa liar, erosi tanah, sedimentasi sungai, polusi air dan udara, serta penumpukan sampah.

Untuk memastikan bahwa kayu yang digunakan sebagai material bangunan berasal dari sumber hutan yang bertanggung jawab, terdapat beberapa sertifikat kayu yang bisa kita jadikan rujukan. Salah satunya FSC.
Kayu bersertifikat FSC
(Sumber gambar : www.naturalyou.co.za)
Forest Stewardship Council atau disingkat dengan FSC, didirikan pada tahun 1993 untuk menciptakan standard manajemen hutan yang berlaku secara Internasional. Prinsip – prinsip yang tertuang dalam kriteria FSC memastikan praktek pemanfaatan hutan memiliki tanggung jawab terhadap lingkungan, sosial benefit, dan kelayakan ekonomi. Prinsip – prinsip dan kriteria tersebut bertujuan untuk memastikan kelestarian dan produktifitas hutan dalam jangka panjang sebagai produsen kayu, habitat hewan liar, supplier udara dan air bersih, penyeimbang iklim, serta sosial benefit.

FSC menggabungkan banyak kriteria untuk berkontribusi pada kelestarian dan kelangsungan ekosistem hutan. Dari perspektif lingkungan, manajemen hutan yang telah memiliki sertifikat FSC  diwajibkan untuk memiliki praktek – praktek diantaranya timber harvesting (yaitu tidak membuang volume kayu lebih dari yang dibutuhkan selama proses cutting), menjaga habitat satwa liar dan keanekaragaman hayati, menjaga kualitas air dan udara, meminimalisir penggunaan zat kimia yang berbahaya, serta menyelamatkan hutan yang memiliki nilai konservasi tinggi (seperti hutan yang terancam punah dan hutan yang memiliki pertumbuhan yang lambat)

Sertifikasi yang dilakukan oleh FSC merupakan sertifikasi yang memberikan penghargaan kepada pemilik hutan sebagai pihak yang mengadopsi praktek manajemen hutan yang memiliki tanggung jawab sosial dan lingkungan, serta perusahaan manufaktur maupun perusahaan yang menjual barang yang terbuat dari kayu yang bersertifikasi FSC. Sertifikat ini memudahkan konsumen, termasuk arsitek dan specifier, untuk mengidentifikasi produk kayu dari sumber hutan yang bertanggung jawab.

Terdapat 2 tipe sertifikasi yang diberikan oleh FSC yaitu :
  • Forest management certification diberikan kepada pemilik hutan/ forest manager sebagai penghargaan atas keberhasilan dalam menyelesaikan audit praktek dan perencanaan manajemen hutan.
  • Chain-of-custody (COC) certification diberikan kepada perusahaan yang melakukan proses manufactur maupun penjualan dari produk – produk kayu yang bersertifikat, dan bagi perusahaan yang telah berhasil menyelesaikan audit untuk memastikan penggunaan nama dan logo FSC secara tepat, pemisahan anatara produk kayu bersertifikat dan yang tidak selama proses manufaktur dan distribusi, serta mengobservasi terhadap persyaratan FSC yang lain (seperti persyaratan minimum untuk jumlah serat kayu FSC pada produk kayu komposit)

Harga kayu bersertifikat FSC di pasaran saat ini setara maupun lebih tinggi dari produk kayu konvensional. Harga kayu bersertifikat FSC diperkirakan akan lebih bersaing dengan kayu konvensional sebagai efek dari berkurangnya jumlah hutan di dunia, serta semakin banyaknya industri hutan yang mengadopsi prinsip bisnis yang lebih sustainable


Manfaat ekonomi dari praktek hutan yang bertanggung jawab adalah, mengurangi biaya yang ditimbulkan dari penanggulangan dampak buruk sosial, lingkungan, maupun ekonomi dan politik, dikarenakan sertifikasi FCS juga menjamin hak masyarakat adat serta mematuhi semua hukum yang berlaku. Secara tidak langsung, praktek manajemen hutan yang bertanggung jawab membantu kestabilan ekonomi dan kelestarian hutan untuk generasi mendatang. 


(daftar pustaka : LEED Reference Guide for Green Building Design and Construction, 2009 Edition) 

Selasa, 23 Agustus 2016

Merokok dengan Ramah

Hari gini masih ribut rokok vs anti rokok?
Bagaimana kalo memilih untuk merokok dengan ramah ?
Asap tembakau yang dihasilkan oleh pembakaran rokok mengandung zat karsinogen yang menyebabkan kangker. Tentunya para perokok sudah mengambil resiko untuk terpapar zat karsinogen melalui aktifitas merokok mereka. Namun, tidak semua orang ingin terpapar zat karsinogen tersebut, mereka yang tidak merokok tentunya tidak mau ikut terpapar zat karsinogen yang meningkatkan resiko diri mereka untuk terjangkit kangker.

Sayangnya zat karsinogen ini sulit untuk dikontrol, tidak seperti puntung rokok yang dengan tertib berakhir di tempat sampah (bagi yang tertib tentunya), zat karsinogen terbang melayang bebas mengikuti hembusan aliran udara. Bahkan zat karsinogen juga menempel pada permukaan benda – benda yang dilewatinya. Bayangkan zat karsinogen seperti ludah yang kita keluarkan namun terbang bebas dan menempel di mana dia kehendaki meja kerja, baju, muka. Cukup menjijikkan bukan.
Zat karsinogen dianggap tidak cukup berbahaya jika dihasilkan di luar ruangan alias merokok di luar gedung bangunan, dengan alasan terdapat udara luar yang mampu menetralisir zat karsinogen. Namun resiko terpapar zat karsinogen akan berlipat – lipat kali lebih besar jika kegiatan merokok di lakukan di dalam bangunan, di mana biasanya terdapat sistem ventilasi yang berputar, dalam artian udara yang terdapat di dalam ruangan adalah udara yang sama namun hanya didinginkan. Resiko pengguna gedung untuk terpapar zat karsinogen pun menjadi lebih besar.

Bagaimana, masihkan menganggap merokok di dalam bangunan gedung sebagai suatu kegiatan yang ramah?

Hal yang paling efektif untuk mencegah masalah kesehatan terkait asap rokok adalah dengan melarang merokok di dalam ruangan. Jika hal ini tidak bisa dipenuhi, perlu disediakan area merokok di dalam gedung yang terisolir dari area non smoking dan memiliki sistem ventilasi yang terpisah untuk mencegah kontaminasi asap rokok ke dalam area non smoking. Di bawah ini contoh desain ruangan merokok yang terisolasi dan memiliki sistem ventilasi udara yang terpisah.

Gambar 1 : Compliant Smooking Room
(Sumber : LEED Reference Guide for Green Building Design and Construction, 2009 Edition)
Area merokok di luar ruangan pun perlu diproteksi. Sebaiknya area merokok di luar ruangan jauh dari akses masuk bangunan, jauh dari jendel/ pintu, serta memiliki sistem ventilasi, agar para perokokpun merasa nyaman. Area ini juga perlu jauh dari konsentrasi pengguna gedung atau jalur pejalan kaki. Pastikan informasi tentang aturan merokok di dalam gedung harus bisa dilihat oleh semua pengguna gedung. Hal ini dimaksudkan agar tidak ada pihak yang merasa terzalimi. Bagi mereka yang tidak merokok, akan merasa nyaman karena sudah mendapat kepastian bahwa tidak ada asap rokok yang mencemari dengan semabarangan, dan bagi mereka yang merokok, akan merasa tenang karena hak – hak mereka untuk merokok tetap terpenuhi. Paling tidak hanya butuh sedikit usaha untuk berjalan kaki menuju ruang khusus merokok maupun area merokok di luar gedung.

Menjadi ramah atau tidak ramah itu adalah sebuah pilihan. Tetapi selayaknya setiap perbuat perlu dipertanggung jawabkan secara kesatria. 


Semoga bermanfaat.


(daftar pustaka : LEED Reference Guide for Green Building Design and Construction, 2009 Edition) 

Selasa, 23 September 2014

Pekerjaan : Green Building Engineer

Sejak tahun 2012 saya bekerja sebagai "Green Building Engineer" di sebuah perusahaan, (silahkan di cek www.pt-asdi.com). Deskripsi utama dari pekerjaan saya adalah membantu beberapa proyek bangunan untuk meraih sertifikat green building. Sertifikat green building dikeluarkan oleh lembaga nirlaba yang berkomitmen terhadap bangunan ramah lingkungan. Di Indonesia lembaga tersebut adalah Green Building Council Indonesia (www.gbcindonesia.org), Building and Construction Authority untuk Singapore (http://www.bca.gov.sg), dan United State Green Building Council untuk Amerika (http://www.usgbc.org). Masing - masing lembaga tersebut mengeluarkan perangkat penilaian khusus yang digunakan untuk menilai bangunan ramah lingkungan, perangkat tersebut adalah Greenship untuk Indonesia, Greenmark untuk Singapore, dan LEED untuk Amerika.

Apa yang kami kerjakan ?
Untuk Greenship Indonesia terdapat beberapa peringkat pencapaian gedung ramah lingkungan, peringkat tersebut dari yang paling tinggi ke yang paling rendah adalah Platinum-Gold-Silver-Certified. Pada tahap awal pemilik proyek akan menentukan peringkat yang ingin dicapai oleh gedung dalam sertifikasi Greenship. Setiap peringkat memiliki point minimum yang harus dicapai. Point tersebut dapat diambil dari 6 kriteria yang berbeda ASD,EEC,WAC,MRC,IHC,BEM (saya akan bahas di lain kesempatan). Dengan target - target point yang ingin dicapai maka kami bertugas untuk melakukan evaluasi dan koordinasi terhadap desain arsitektural, mechanical, elektrikal dan plumbing. Selain itu kami juga melakukan koordinasi dengan pemilik gedung terkait kebijakan menajemen pengelolaaan gedung agar sesuai dengan peringkat pencapaian greenship. 

Dengan siapa kami berkoordinasi ?
Pada tahap design recognition, kami melakukan koordinasi dengan konsultan arsitektur, konsultan MEP, konsultan landscape, kontraktor dan pemilik gedung. Koordinasi dilakukan untuk menyamakan persepsi terkait target point yang ingin dicapai yang berhubungan dengan desain dari masing - masing konsultan maupun rencana kebijakan dari kontraktor dan pemilik gedung.

Jadi seperti apakah masing - masing kriteria pada Greenship dan perhitungan apa saja yang kami lakukan ? (bersambung..)